COMMERCIAL

GRUP CALUNG SMK N 11 GARUT DAN SEJARAH SENI CALUNG

GRUP CALUNG SMK N 11 GARUT DAN SEJARAH SENI CALUNG




A.    PENDAHULUAN
Calung adalah alat musik Sunda yang merupakan prototipe dari angklung. Berbeda dengan angklung yang dimainkan dengan cara digoyangkan, cara menabuh calung adalah dengan memukul batang (wilahan, bilah) dari ruas-ruas (tabung bambu) yang tersusun menurut titi laras (tangga nada) pentatonik (da-mi-na-ti-la). Jenis bambu untuk pembuatan calung kebanyakan dari awi wulung (bambu hitam), namun ada pula yang dibuat dari awi temen (bambu yang berwarna putih).
Pengertian calung selain sebagai alat musik juga melekat dengan sebutan seni pertunjukan. Ada dua bentuk calung Sunda yang dikenal, yakni calung rantay dan calung jinjing.

B.    SEJARAH
Jika ditelisik lebih jauh lagi, calung menurut Kamus Umum Bahasa Sunda adalah tatabeuhan tina awi guluntungan, aya siga gambang, aya nu ditiir sarta ditakolan bari dijinjing. Nah, dari pengertian tersebut dapat dimaknai bahwa calung adalah sejenis alat musik yang terbuat dari bambu, yang dimainkan dengan cara memukul sembari dijinjing. Calung juga mempunyai pengertian lainnya, yakni seni pertunjukan.
Nah, seni pertunjukannya ini tentunya dengan menggunakan alatpokoknya calung. Lantas, apa yang membedakan antara calung dan angklung? Karena merupakan sebuah prototipe dari angklung, perbedaannya hanya dari cara memainkannya. Jika bermain angklung dilakukan dengan cara digoyangkan, calung dimainkan dengan cara dipukul.
Tentu saja bahan untuk membuat calung dan angklung ini sama, yakni bambu. Agar suara yang dihasilkannya bagus, bambu tersebut dipilih dengan baik. Biasanya, bambu yang digunakannya adalah jenis awi wulung dan awi temen.
Bermain calung tentunya tidak sembarang kita memukulnya. Ada beberapa hal dasar yang harus kita ketahui. Nah, salah satu di antaranya adalah memukul bilahan bambu yang disusun menurut tangga nada, yakni da-mi-na-ti-la. 


C.    JENIS – JENIS CALUNG
Dalam perkembangannya, alat musik calung sunda memiliki dua jenis, yaitu calung rantay dan calung jinjing. Calung rantay biasanya dimainkan dengan cara bersila. Calung rantay dibuat dengan cara menderetkan beberapa bilah bambu dengan susunan berbaris, dari yang terkecil sampai terbesar.
Berbeda dengan calung rantay, calung jinjing dimainkan dengan cara dijinjing. Pembuatannya calung ini pun dilakukan dengan cara menderetkan bilah bambu, kemudian disatukan dengan bambu kecil. Nah, calung jinjing ini bentuknya sama dengan yang kita kenal sekarang. Kedua jenis calung tersebut merupakan hasil apresiasi masyarakatterhadap perkembangan seni calung. 

1. Calung Rantay
Calung rantay bilah tabungnya dideretkan dengan tali kulit waru (lulub) dari yang terbesar sampai yang terkecil, jumlahnya 7 wilahan (7 ruas bambu) atau lebih. Komposisi alatnya ada yang satu deretan dan ada juga yang dua deretan (calung indung dan calung anak/calung rincik). Cara memainkan calung rantay dipukul dengan dua tangan sambil duduk bersilah, biasanya calung tersebut diikat di pohon atau bilik rumah (calung rantay Banjaran-Bandung), ada juga yang dibuat ancak “dudukan” khusus dari bambu/kayu, misalnya calung tarawangsa di Cibalong dan Cipatujah, Tasikmalaya, calung rantay di Banjaran dan Kanekes/Baduy.
2. Calung Jingjing
Adapun calung jinjing berbentuk deretan bambu bernada yang disatukan dengan sebilah kecil bambu (paniir). Calung jinjing terdiri atas empat atau lima buah, seperti calung kingking (terdiri dari 12 tabung bambu), calung panepas (5 /3 dan 2 tabung bambu), calung jongjrong(5 /3 dan 2 tabung bambu), dan calung gonggong (2 tabung bambu). Kelengkapan calung dalam perkembangannya dewasa ini ada yang hanya menggunakan calung kingking satu buah, panempas dua buah dan calung gonggong satu buah, tanpa menggunakan calung jongjrong Cara memainkannya dipukul dengan tangan kanan memakai pemukul, dan tangan kiri menjinjing/memegang alat musik tersebut. Sedangkan teknik menabuhnya antar lain dimelodi, dikeleter, dikemprang, dikempyung, diraeh, dirincik, dirangkep (diracek), salancar, kotrek dan solorok.


D.    Fungsi Calung
Tentunya berbagai alat musik yang digunakan memiliki fungsi yang berbeda-beda. Pada awalnya, calung berfungsi sebagai sarana upacara ritual masyarakat sunda. Calung difungsikan sebagai alat pengiring dalam upacara adat seperti mapag sri. Selain sebagai media upacara ritual, calung pun berfungsi sebagai alat hiburan dan seni pertunjukan.
Dalam perkembangannya, fungsi calung bergeser pada fungsi yang terakhir, yakni sebagai seni pertunjukan. Sebagai senipertunjukan yang menggunakan alat pokok calung, calung telah melahirkan beberapa seniman. Kita lihat saja seniman asal Jawa Barat, Hendarso (Darso), yang menunjukkan bakat seninya yang diiringi dengan calung. 
Sebenarnya, para inohong Sunda sangat bergembira dengan munculnya Darso. Darso telah dianggap mempopulerkan calung sebagai alat musik tradisional sunda. Gaya seni pertunjukan Darso ternyata telah merasuk kepada para penerus musik tradisional sunda. Untuk mengikuti perkembangan zaman, sekarang calung telah dipadukan dengan jenis musik tertentu, yakni dangdut.
Ada sebutan yang menarik bagi jenis musik calung ini, yaitu caldut (calung dangdut). Namun, apapun bentuk dan jenisnya, hal tersebut ternyata dapat melangsungkan keberadaan alat musik tradisional Jawa Barat ini. Di samping pelestarian alat musik tradisional ini yang dilakukan oleh Paguyuban Seni Calung (PSC) Jawa Barat. 

E.     Perkembangan Calung
Jenis calung yang sekarang berkembang dan dikenal secara umum yaitu calung jinjing. Calung jinjing adalah jenis alat musik yang sudah lama dikenal oleh masyarakat Sunda, misalnya pada masyarakat Sunda di daerah Sindang Heula – Brebes, Jawa tengah, dan bisa jadi merupakan pengembangan dari bentuk calung rantay. Namun di Jawa Barat, bentuk kesenian ini dirintis popularitasnya ketika para mahasiswa Universitas Padjadjaran (UNPAD) yang tergabung dalam Departemen Kesenian Dewan Mahasiswa (Lembaga kesenian UNPAD) mengembangkan bentuk calung ini melalui kreativitasnya pada tahun 1961. Menurut salah seorang perintisnya, Ekik Barkah, bahwa pengkemasan calung jinjing dengan pertunjukannya diilhami oleh bentuk permainan pada pertunjukan reog yang memadukan unsur tabuh, gerak dan lagu dipadukan. Kemudian pada tahun 1963 bentuk permainan dan tabuh calung lebih dikembangkan lagi oleh kawan-kawan dari Studiklub Teater Bandung (STB; Koswara Sumaamijaya dkk), dan antara tahun 1964 – 1965 calung lebih dimasyarakatkan lagi oleh kawan-kawan di UNPAD sebagai seni pertunjukan yang bersifat hiburan dan informasi (penyuluhan (Oman Suparman, Ia Ruchiyat, Eppi K., Enip Sukanda, Edi, Zahir, dan kawan-kawan), dan grup calung SMAN 4 Bandung (Abdurohman dkk). Selanjutnya bermunculan grup-grup calung di masyarakat Bandung, misalnya Layung Sari, Ria Buana, dan Glamor (1970) dan lain-lain, hingga dewasa ini bermunculan nama-nama idola pemain calung antara lain Tajudin Nirwan, Odo, Uko Hendarto, Adang Cengos, dan Hendarso.
Perkembangan kesenian calung begitu pesat di Jawa Barat, hingga ada penambahan beberapa alat musik dalam calung, misalnya kosrek, kacapi, piul (biola) dan bahkan ada yang melengkapi dengan keyboard dan gitar. Unsur vokal menjadi sangat dominan, sehingga banyak bermunculan vokalis calung terkenal, seperti Adang Cengos, dan Hendarso.
Calung yang hidup dan dikenal masyarakat sekarang merupakan prototipe dari angklung yang cara menabuhnya berbeda dengan angklung , cara menabuh calung yaitu dengan memukul-mukul batang ( wilahan ) dari ruas-ruas atau tabung bambu yang tersususn menurut titi laras ( tangga Nada ) penta tonik ( da mi na ti la da )
Ada dua bentuk calung Sunda yaitu calung rantay dan calung Jinjing waditra calung jinjing terbuat dari bahan bambu hitam ( awi hideung) dan seperangkat calung jinjing yang digunakan da;lam pertunjukan biasa bertangga nada Salendro ( bertangga nada Pelog ) serta Madenda ( nyorog ) wadrita calung jinjing merupakan perkembangan dari bentuk calung Rantai/ calung Gambang , calung dalam bentuk ini sudah merupakan seni pertunjukan yang bersifat hiburan .
calung jinjing berasal dari bentuk dasar calung rantay ini telah dibuat dalam empat bagian bentuk wadrita yang terpisah , keempat buah wadrita terpisah ini memainkan dengan cara dijinjing oleh empat pemain dan masing-masing memegang calung dalam fungsi berbeda . Wadrita calung terdiri dari 1 Kingking, 2 Panepas, 3 jongong, 4 gonggong sedangkan calung kingking jumlahnya limabelas nada / oktaf dala nada yang paling kecil ( teringgi )
Calung Panepas jumlahnya lima potong untuk lima nada (1Oktaf) nadanya merupakan sambungan nada terendah calung kingking dan dari lima nada tersebut ada yang yang dibagi dua ada yang digorok ( disatukan jongjong seperti halnya panepas yang berbeda hanya nadanya yang lebih rendah dari panepas ) nada panepas bentuknya selalu tinggi dibagi dua yaitu 3 potong untuk nada berturut-turut dari yang tinggi , dua potong untuk dua nada lanjutan
Calung Gonggong merupakan calung yang paling besar jumlahnya hanya dua bumbung yang disatukan keduanya dalam nada rendah diantara keseluruhan calung . Jenis calung yang sekarang berkembang dan dikenal adalah calung jinjing .
Calung yang perkembangannya lebih mengarah pada kecalung dangdut ( caldut) lagu maupun musiknya ditambah drum, gitar, keybord dan memakai tata lampu untuk pertunjukannya. Di Kabupaten Bandung yang tercatat di Dinas Kebudayaahn dan Parawisata tersebar di Kecamatan maupun di desa-desa kurang lebih 40 group diantaranya Marahmay, Oces, Cinde agung, Sinar Pasundan, Mitra Siliwangi, Calawak Group, Mekar wangi, Gentra Priangan, Dangdiang, sariak layung dll. (MAKALAH AMAN PERMANA)***

Posting Komentar

0 Komentar